Apa Media Sosial Adalah?
Setiap detik, 5,24 miliar orang di seluruh dunia membuka aplikasi yang sama: platform digital tempat mereka berbagi, berkomentar, dan terhubung. Di Indonesia sendiri, 143 juta pengguna menghabiskan rata-rata 3 jam 8 menit setiap hari di ruang digital ini. Fenomena ini bukan sekadar tren teknologi—ini adalah transformasi fundamental dalam cara manusia berinteraksi. Media sosial telah mengubah komunikasi dari monolog menjadi dialog global yang berlangsung tanpa henti, menciptakan ekosistem digital yang memengaruhi ekonomi, politik, budaya, dan kehidupan pribadi kita.
Revolusi Komunikasi Digital: Dari Telegraph hingga TikTok
Media sosial adalah platform teknologi interaktif yang memfasilitasi penciptaan, berbagi, dan agregasi konten di antara komunitas virtual dan jaringan digital. Namun definisi ini belum menangkap esensi sebenarnya.
Untuk memahami media sosial secara mendalam, kita perlu melihat evolusinya. Pada 24 Mei 1844, Samuel Morse mengirim pesan telegraf pertama ke publik—serangkaian titik dan garis elektronik yang menjadi cikal bakal komunikasi digital. Lebih dari 180 tahun kemudian, telegraf sederhana itu telah berevolusi menjadi ekosistem kompleks tempat WhatsApp mencatat 91,7% penetrasi di Indonesia, dan TikTok menarik 108 juta pengguna aktif.
Perbedaan fundamental antara media sosial dan media tradisional terletak pada tiga karakteristik inti:
Pertama, media sosial mengoperasikan sistem transmisi dialogis (banyak sumber ke banyak penerima), sementara media tradisional beroperasi dalam sistem monologis (satu sumber ke banyak penerima). Ketika stasiun televisi menyiarkan berita, audiens hanya menerima. Namun ketika seseorang memposting di Twitter, ribuan orang dapat merespons, berdebat, atau memperluas percakapan dalam hitungan menit.
Kedua, media sosial memungkinkan konten yang dibuat pengguna (user-generated content). Menurut Boyd dan Ellison dalam penelitian mereka, media sosial memungkinkan individu membangun profil publik atau semi-publik dalam sistem, menjalin koneksi, dan melihat jaringan koneksi orang lain. Ini menciptakan demokratisasi produksi konten yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ketiga, media sosial beroperasi berdasarkan permanensi digital yang unik. Berbeda dengan percakapan tatap muka yang hilang begitu saja, atau siaran televisi yang berlalu, konten media sosial tersimpan, dapat dicari, dan direplikasi tanpa batas.
Tiga Pilar Fundamental Ekosistem Media Sosial
Pilar 1: Interaktivitas Real-Time yang Mengubah Segalanya
Karakteristik paling menentukan dari media sosial adalah kemampuannya memfasilitasi interaksi dua arah secara instan. Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas dasar ideologis dan teknologi Web 2.0, yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten oleh pengguna.
Data dari We Are Social dan Meltwater (2025) menunjukkan bahwa pengguna internet global menghabiskan rata-rata 2 jam 21 menit per hari di media sosial. Angka ini melonjak menjadi 3 jam 8 menit di Indonesia, menempatkan negara ini sebagai salah satu pengguna media sosial paling aktif di dunia.
Interaktivitas ini menciptakan loop umpan balik yang mengubah cara informasi menyebar. Sebuah video di TikTok dapat ditonton jutaan kali dalam 24 jam, bukan karena dipromosikan oleh perusahaan media besar, tetapi karena algoritma mendeteksi tingkat keterlibatan pengguna yang tinggi. Ini adalah bentuk kurasi konten yang didorong oleh perilaku kolektif, bukan oleh editor tradisional.
Fitur interaktif seperti komentar, berbagi, like, dan reaksi menciptakan apa yang disebut peneliti sebagai “partisipasi budaya.” Chris Brogan (2010) menyebutkan bahwa media sosial adalah perangkat alat komunikasi yang memuat berbagai kemungkinan untuk terciptanya bentuk interaksi gaya baru. Gaya baru ini termasuk live streaming, polling real-time, dan konten kolaboratif seperti duet TikTok atau thread Twitter.
Pilar 2: User-Generated Content sebagai Jantung Ekosistem
Konten yang dibuat pengguna (user-generated content atau UGC) adalah oksigen yang membuat media sosial hidup. Berbeda dengan media tradisional di mana konten diproduksi oleh profesional—jurnalis, produser, editor—media sosial memungkinkan siapa saja menjadi kreator.
Pada 2025, 83% profesional media sosial menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengoptimalkan strategi pemasaran mereka, menurut riset dari Universitas Ciputra. Namun, meskipun AI membantu produksi dan distribusi konten, esensi UGC tetap pada keaslian dan perspektif personal.
Platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok telah melahirkan profesi baru: konten kreator. Di Indonesia, platform YouTube mencatat 143 juta pengguna pada Januari 2025, menjadikannya media sosial dengan pengguna terbanyak. Kreator lokal menghasilkan konten dari tutorial makeup hingga analisis politik, menciptakan ekonomi kreator yang bernilai miliaran dolar.
B.K. Lewis (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa media sosial merupakan label yang merujuk pada teknologi digital yang berpotensi membuat semua orang untuk saling terhubung dan melakukan interaksi, produksi, dan berbagi pesan. Produksi pesan ini tidak lagi eksklusif untuk institusi media—setiap orang dengan smartphone dapat menjadi penyiar.
Yang menarik adalah bagaimana UGC menciptakan autentisitas. Survei menunjukkan bahwa Generasi Z dan Milenial lebih mempercayai rekomendasi dari individu biasa di media sosial dibandingkan iklan tradisional. Mereka mencari konten yang menampilkan realitas tanpa filter, bukan konten yang terlalu dikurasi atau terlihat dibuat-buat.
Pilar 3: Efek Jaringan yang Menciptakan Nilai Eksponensial
Nilai media sosial meningkat secara eksponensial seiring bertambahnya pengguna—ini disebut efek jaringan. Sebuah platform dengan 10 pengguna memiliki 45 kemungkinan koneksi. Dengan 100 pengguna, angka itu melonjak menjadi 4.950 koneksi. Dengan miliaran pengguna, kemungkinannya menjadi tak terbatas.
Efek jaringan ini menjelaskan mengapa platform seperti Facebook, yang meluncur pada 2004, dapat tumbuh menjadi 122 juta pengguna di Indonesia pada 2025. Setiap pengguna baru menambah nilai bagi pengguna yang sudah ada dengan memperluas jaringan koneksi potensial.
Dave Kerpen (2011) mengemukakan bahwa pengertian media sosial sebagai tempat kumpulan gambar, video, tulisan hingga hubungan interaksi dalam jaringan, baik itu antar individu maupun antar kelompok seperti organisasi. Hubungan interaksi ini menciptakan graf sosial—peta koneksi digital yang mencerminkan (dan terkadang memperluas) jaringan sosial dunia nyata.
Data terbaru menunjukkan fenomena menarik: meskipun Facebook dan Instagram mengalami perlambatan pertumbuhan, platform seperti WhatsApp terus mendominasi dengan 91,7% penetrasi di Indonesia. Ini karena WhatsApp menawarkan utilitas komunikasi langsung yang diperkuat oleh efek jaringan—semakin banyak kontak Anda menggunakan WhatsApp, semakin berharga aplikasi itu bagi Anda.
Platform media sosial juga menciptakan komunitas niche. Reddit, Discord, dan Quora memungkinkan orang dengan minat spesifik—dari penggemar anime hingga ahli programming—menemukan dan terhubung dengan orang-orang yang berpikiran sama di seluruh dunia. Ini adalah manifestasi digital dari konsep “desa global” Marshall McLuhan.
Ekosistem Media Sosial: Melampaui Kategori Tradisional
Memahami media sosial hanya sebagai “jejaring sosial” adalah penyederhanaan yang berlebihan. Ekosistem ini terdiri dari beberapa kategori berdasarkan fungsi utama:
Jejaring Sosial seperti Facebook dan LinkedIn fokus membangun koneksi personal dan profesional. LinkedIn, dengan 33 juta pengguna di Indonesia, telah menjadi platform esensial untuk profesional yang mengembangkan karir.
Platform Microblogging seperti Twitter (sekarang X), Threads, dan Mastodon menekankan konten bentuk pendek dan berbagi informasi cepat. X mencatat 25,2 juta pengguna di Indonesia, menjadikannya platform penting untuk diskusi real-time tentang berita dan tren.
Jaringan Berbagi Media termasuk Instagram, TikTok, YouTube, dan Snapchat memungkinkan pengguna berbagi gambar, video, dan siaran langsung. TikTok, dengan 108 juta pengguna aktif di Indonesia, telah mengubah lanskap konsumsi konten dengan video pendek yang sangat engaging.
Forum Diskusi dan Komunitas seperti Reddit, Quora, dan Discord memfasilitasi percakapan, tanya jawab, dan keterlibatan komunitas niche. Discord mencatat 13,1% penetrasi di Indonesia, populer di kalangan gamer dan komunitas online.
Platform Pesan Instan seperti WhatsApp, Telegram, dan Messenger, meskipun kadang tidak dianggap sebagai media sosial tradisional, memainkan peran krusial dalam komunikasi jaringan sosial. WhatsApp memimpin dengan 91,7% penetrasi, diikuti Telegram (61,6%) dan Messenger (50,5%).
Platform Berbasis Lokasi seperti Foursquare dan fitur lokasi Instagram memungkinkan pengguna berbagi lokasi real-time dan menemukan tempat atau acara menarik.
Platform Kolaboratif seperti Google Drive dan wiki memfasilitasi kolaborasi dalam proyek atau pekerjaan, mengubah cara tim bekerja bersama.
Yang menarik adalah bagaimana batas antara kategori ini semakin kabur. Instagram, yang awalnya platform berbagi foto, kini memiliki fitur Stories (mirip Snapchat), Reels (mirip TikTok), dan direct messaging (mirip WhatsApp). Evolusi ini mencerminkan kompetisi platform untuk mempertahankan pengguna dengan menawarkan semua fungsi dalam satu aplikasi.
Lanskap Media Sosial Indonesia 2025: Data dan Tren Terkini
Indonesia adalah pasar media sosial terbesar keempat di dunia, dengan 143 juta pengguna aktif pada Januari 2025. Ini setara dengan 50,2% dari total populasi 285 juta jiwa. Namun angka ini hanya menangkap sebagian dari cerita.
Dominasi Platform: Berdasarkan riset Digital 2025 Global Overview Report dari We Are Social dan Meltwater, inilah platform paling banyak digunakan di Indonesia:
- WhatsApp: 91,7%
- Instagram: 84,6%
- Facebook: 83%
- TikTok: 77,4%
- Telegram: 61,6%
Namun dalam hal platform favorit, urutannya berbeda:
- WhatsApp: 35,5%
- TikTok: 19,9%
- Instagram: 18,8%
- Facebook: 12,7%
- X (Twitter): 5,1%
Perbedaan antara “paling banyak digunakan” dan “favorit” mengungkapkan insight menarik: orang menggunakan WhatsApp karena utilitas (komunikasi), tetapi mereka menyukai TikTok dan Instagram karena hiburan dan ekspresi diri.
Perilaku Pengguna: Riset APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) 2025 menunjukkan bahwa 34,17% pengguna menghabiskan 1-2 jam per hari di media sosial, sementara 33,03% menghabiskan 2-3 jam. Ini berarti mayoritas pengguna Indonesia mengintegrasikan media sosial sebagai bagian rutin harian mereka.
Demografi dan Preferensi: Generasi Z (42,27%) lebih cenderung menggunakan TikTok, diikuti Instagram (25,33%) dan YouTube (17,33%). Sementara itu, Milenial menunjukkan distribusi lebih merata antara platform, dengan fokus lebih besar pada LinkedIn untuk networking profesional.
Tren Konten 2025: Konten video pendek terus mendominasi, dengan TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts menjadi format paling populer. Pengguna semakin tertarik dengan konten personal, interaktif, dan autentik. Fitur live streaming, polling, dan format interaktif menjadi kunci meningkatkan engagement.
Social Commerce: Platform media sosial semakin berkembang sebagai pusat e-commerce. Social commerce diprediksi tumbuh hingga 30% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, karena kemudahan berbelanja langsung dari feed media sosial.
Dampak Ganda: Peluang dan Tantangan di Era Digital
Media sosial adalah teknologi netral—dampaknya bergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Penelitian menunjukkan bahwa 67% pengguna mengalami kecemasan atau tekanan sosial akibat media sosial, namun pada saat yang sama, 60,5% pengguna Indonesia menggunakan media sosial untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga.
Dampak Positif yang Mengubah Masyarakat
Demokratisasi Informasi: Media sosial telah meruntuhkan monopoli institusi media tradisional. Siapa pun dapat menerbitkan informasi dan mencapai audiens global. Ini memungkinkan suara-suara yang sebelumnya terpinggirkan untuk didengar.
Pemberdayaan Ekonomi: Ekonomi kreator telah menciptakan peluang penghasilan baru. Di Indonesia, ribuan individu menghasilkan pendapatan penuh waktu dari konten YouTube, afiliasi Instagram, atau live selling di TikTok.
Mobilisasi Sosial dan Politik: Gerakan sosial seperti #MeToo dan Black Lives Matter mendapatkan momentum global melalui media sosial. Di tingkat lokal, media sosial memungkinkan aktivisme grassroots dan partisipasi politik yang lebih luas.
Pendidikan dan Pembelajaran: Platform seperti YouTube telah menjadi sumber pendidikan gratis yang massive. Tutorial, kursus online, dan konten edukatif membuat pembelajaran dapat diakses oleh siapa saja dengan koneksi internet.
Membangun Komunitas: Media sosial memungkinkan orang menemukan komunitas berdasarkan minat, identitas, atau pengalaman bersama. Ini sangat berharga bagi individu yang mungkin terisolasi di lingkungan fisik mereka.
Tantangan yang Memerlukan Kesadaran Kritis
Kesehatan Mental: Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan kecanduan, FOMO (fear of missing out), perbandingan sosial yang tidak sehat, dan gangguan tidur. Penelitian menunjukkan korelasi antara penggunaan media sosial intensif dan tingkat kecemasan serta depresi.
Misinformasi dan Hoaks: Kecepatan penyebaran informasi di media sosial juga berarti hoaks dapat menyebar dengan cepat. Algoritma yang memprioritaskan konten yang memicu emosi kuat (seperti kemarahan) dapat memperkuat penyebaran informasi palsu.
Echo Chambers dan Polarisasi: Algoritma media sosial cenderung menampilkan konten yang selaras dengan pandangan pengguna yang sudah ada, menciptakan “echo chambers” di mana orang hanya terpapar pada perspektif yang menegaskan keyakinan mereka. Ini dapat memperburuk polarisasi politik dan sosial.
Privasi dan Keamanan Data: Pengguna sering membagikan informasi pribadi tanpa memahami sepenuhnya bagaimana data tersebut digunakan. Skandal seperti Cambridge Analytica menunjukkan risiko penyalahgunaan data.
Cyberbullying: Anonimitas dan jarak digital dapat mendorong perilaku agresif yang mungkin tidak terjadi dalam interaksi tatap muka. Perundungan online dapat memiliki konsekuensi serius terhadap kesehatan mental korban.
Produktivitas dan Gangguan: Notifikasi konstan dan desain yang adiktif dapat mengganggu konsentrasi, mengurangi produktivitas, dan mengikis kemampuan untuk fokus dalam waktu lama.
Menggunakan Media Sosial dengan Bijak: Kerangka Praktis
Memahami apa itu media sosial adalah langkah pertama. Langkah kedua adalah mengembangkan literasi digital untuk menggunakannya secara efektif dan sehat.
Tetapkan Batasan Waktu: Gunakan fitur screen time pada smartphone untuk memantau dan membatasi penggunaan. Penelitian menunjukkan bahwa membatasi media sosial menjadi 30 menit per hari dapat mengurangi gejala depresi dan kesepian.
Kurasi Feed Anda: Ikuti akun yang memberikan nilai—edukatif, inspiratif, atau informatif. Unfollow akun yang membuat Anda merasa cemas, iri, atau tidak nyaman.
Verifikasi Sebelum Berbagi: Cek kebenaran informasi sebelum membagikannya. Gunakan situs fact-checking dan cari sumber asli. Ini membantu menghentikan penyebaran misinformasi.
Jaga Privasi: Tinjau pengaturan privasi secara berkala. Pertimbangkan informasi apa yang ingin Anda bagikan secara publik versus pribadi. Waspadai aplikasi pihak ketiga yang meminta akses ke akun media sosial Anda.
Praktikkan Empati Digital: Ingat bahwa ada manusia nyata di balik setiap akun. Berkomentar dengan hormat dan konstruktif. Jika Anda tidak akan mengatakan sesuatu secara langsung, jangan katakan secara online.
Ambil Jeda Digital: Jadwalkan periode “detox” media sosial secara berkala. Ini membantu mengatur ulang hubungan Anda dengan teknologi dan mengurangi kelelahan digital.
Fokus pada Koneksi Autentik: Gunakan media sosial untuk memperkuat hubungan yang sudah ada, bukan sebagai pengganti interaksi tatap muka. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang aktif (berbagi, berkomentar) lebih bermanfaat daripada konsumsi pasif (scrolling tanpa berinteraksi).
Edukasi Diri tentang Algoritma: Memahami bagaimana algoritma bekerja membantu Anda mengontrol pengalaman media sosial, bukan dikendalikan olehnya. Sadari bahwa konten yang Anda lihat telah dikurasi oleh sistem yang dirancang untuk memaksimalkan engagement, bukan kebahagiaan Anda.
Frequently Asked Questions
Jelaskan pengertian media sosial secara sederhana?
Media sosial adalah platform digital yang memungkinkan pengguna menciptakan, berbagi, dan berinteraksi dengan konten serta pengguna lain melalui internet. Berbeda dengan media tradisional yang bersifat satu arah, media sosial memfasilitasi komunikasi dua arah dalam komunitas virtual. Contoh populer termasuk Facebook, Instagram, TikTok, dan WhatsApp.
Apa yang dimaksud dengan media sosial dalam konteks komunikasi modern?
Dalam konteks komunikasi modern, apa yang dimaksud media sosial adalah sistem transmisi dialogis yang mengubah cara informasi disebarkan dan dikonsumsi. Media sosial memungkinkan setiap pengguna menjadi produsen sekaligus konsumen konten, menciptakan demokratisasi produksi informasi. Ini berbeda fundamental dari model komunikasi massa tradisional di mana institusi media mengontrol narasi.
Apa pengertian media sosial menurut para ahli komunikasi?
Definisi media sosial beragam di kalangan ahli. Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikannya sebagai sekelompok aplikasi berbasis internet yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten pengguna. Boyd dan Ellison (2007) menekankan aspek networking: platform yang memungkinkan individu membangun profil publik dan menjalin koneksi dalam sistem. Sementara itu, McQuail (2011) melihatnya sebagai bentuk baru komunikasi massa yang memungkinkan keterlibatan aktif pengguna.
Apa perbedaan utama antara berbagai jenis media sosial?
Perbedaan utama terletak pada fungsi primer dan format konten. Jejaring sosial (Facebook, LinkedIn) fokus pada membangun koneksi. Platform berbagi media (Instagram, YouTube) menekankan konten visual. Microblogging (Twitter, Threads) mengutamakan pembaruan singkat. Forum (Reddit, Discord) memfasilitasi diskusi mendalam. Aplikasi pesan (WhatsApp, Telegram) fokus pada komunikasi pribadi. Namun batas ini semakin kabur karena platform mengadopsi fitur satu sama lain.
Bagaimana media sosial memengaruhi kesehatan mental?
Pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental bersifat kompleks dan bergantung pada pola penggunaan. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pasif yang berlebihan (scrolling tanpa interaksi) dikaitkan dengan peningkatan kecemasan, depresi, dan FOMO. Sebaliknya, penggunaan aktif yang moderat (interaksi bermakna dengan teman) dapat meningkatkan perasaan terhubung dan dukungan sosial. Kuncinya adalah kesadaran dan moderasi.
Mengapa WhatsApp paling populer di Indonesia dibanding platform lain?
WhatsApp mendominasi dengan 91,7% penetrasi di Indonesia karena beberapa faktor: enkripsi end-to-end memberikan rasa aman, interface yang sederhana dan intuitif, biaya rendah (hanya memerlukan data internet), dan efek jaringan yang kuat (hampir semua orang sudah menggunakannya). Selain itu, WhatsApp menawarkan utilitas komunikasi langsung yang sangat dibutuhkan, berbeda dari platform media sosial lain yang lebih fokus pada hiburan atau ekspresi diri.
Bagaimana cara menggunakan media sosial untuk bisnis secara efektif?
Untuk bisnis, media sosial adalah alat pemasaran powerful jika digunakan strategis. Fokus pada membangun komunitas, bukan hanya menjual. Buat konten yang memberikan nilai—edukatif, menghibur, atau inspiratif. Gunakan fitur analytics untuk memahami audiens. Konsistensi lebih penting daripada volume posting. Manfaatkan social commerce untuk memudahkan pembelian. Dan yang terpenting, bangun hubungan autentik dengan audiens melalui interaksi responsif.
Kesimpulan: Media Sosial sebagai Cerminan dan Pembentuk Masyarakat
Media sosial adalah lebih dari sekadar kumpulan aplikasi atau platform teknologi. Ini adalah cerminan dari kebutuhan manusia yang fundamental untuk terhubung, berbagi, dan menjadi bagian dari komunitas. Dengan 5,24 miliar pengguna global dan 143 juta pengguna di Indonesia, media sosial telah menjadi infrastruktur sosial digital yang membentuk cara kita bekerja, belajar, berbelanja, dan berinteraksi.
Transformasi ini bukan tanpa komplikasi. Tantangan seputar privasi, misinformasi, dan kesehatan mental memerlukan pendekatan yang thoughtful dan informed. Namun ketika digunakan dengan bijak, media sosial dapat memperkaya kehidupan kita, memperluas perspektif, dan memberdayakan kita untuk menciptakan perubahan positif.
Masa depan media sosial akan terus berevolusi—dengan teknologi seperti AI, AR, dan VR membentuk pengalaman baru. Platform desentralisasi mungkin memberikan pengguna lebih banyak kontrol atas data mereka. Konten akan semakin personal dan interaktif. Yang tidak berubah adalah kebutuhan manusia untuk koneksi dan ekspresi diri.
Memahami apa media sosial adalah—bukan hanya definisinya, tetapi esensi, mekanisme, dan dampaknya—adalah keterampilan literasi digital yang esensial di abad ke-21. Dengan pemahaman ini, kita dapat menavigasi lanskap digital dengan lebih percaya diri, kritis, dan produktif.
Key Takeaways
- Media sosial telah mengubah 5,24 miliar kehidupan dengan menciptakan sistem komunikasi dialogis yang mendemokratisasi produksi informasi
- Indonesia adalah pasar media sosial raksasa dengan 143 juta pengguna menghabiskan rata-rata 3 jam 8 menit per hari
- Tiga pilar fundamental media sosial adalah interaktivitas real-time, user-generated content, dan efek jaringan eksponensial
- WhatsApp mendominasi Indonesia dengan 91,7% penetrasi, diikuti Instagram (84,6%) dan Facebook (83%)
- Dampak ganda: 67% pengguna mengalami kecemasan terkait media sosial, namun 60,5% menggunakannya untuk mempertahankan koneksi sosial penting
References
- Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). “Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media.” Business Horizons, 53(1), 59-68.
- Boyd, D. M., & Ellison, N. B. (2007). “Social network sites: Definition, history, and scholarship.” Journal of Computer-Mediated Communication, 13(1), 210-230.
- We Are Social & Meltwater. (2025). Digital 2025 Global Overview Report. https://wearesocial.com/
- DataReportal. (2025). Digital 2025: Indonesia. https://datareportal.com/
- APJII. (2025). Survei Profil Internet Indonesia 2025. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
- Universitas Ciputra. (2025). “Pengguna Media Sosial Berubah! Ini Kebiasaan Baru yang Harus Kamu Ketahui di 2025.” https://www.ciputra.ac.id/
- Brogan, C. (2010). Social Media 101: Tactics and Tips to Develop Your Business Online. John Wiley & Sons.
- Lewis, B. K. (2010). “Social Media and Strategic Communication: Attitudes and Perceptions Among College Students.” Public Relations Journal, 4(3).
- Kerpen, D. (2011). Likeable Social Media: How to Delight Your Customers, Create an Irresistible Brand, and Be Generally Amazing on Facebook. McGraw-Hill.
- GoodStats. (2025). “Pengguna Media Sosial Tembus 5 Miliar di 2025.” https://data.goodstats.id/